top of page
  • Writer's pictureSepti Peni Wulandani

BERKARYA dan MENJAGA AMANAH

Updated: Jan 22, 2022

Rejeki itu pasti, Kemuliaan harus dicari, karena rejeki itu tidak selalu terletak pada pekerjaan kita, Allah meletakkan sesuai kehendakNya.


Tahun 2017, Saya diundang oleh salah satu perusahaan kaos muslim anak untuk sharing tentang Berkarya dan Menjaga Amanah dalam rangka temu agen-agen mereka tingkat nasional. Ada sekitar 700 agen yang berkumpul saat itu ingin belajar tentang

Bagaimana agar menjemput rejeki, mendidik anak dan berkarya itu menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, apalagi dikorbankan

Dalam perjalanan dari bandara ke lokasi, saya ditemani oleh Liason Officer (LO) salah satu marketing perusahaan tersebut. Yang sudah berazam 5 tahun yang lalu, bahwa suatu saat dia akan bertemu saya, setelah sekian lama kenal lewat berbagai artikel. Sepanjang perjalanan dia cerita bagaimana dia menjaga kehadiran hatinya untuk anak-anak, meski harus bekerja di luar. Menikah di usia yang masih sangat muda, 20 th, masih kuliah. Tiga minggu baru kenal calon istrinya, langsung melamar. Dan selama 3 bulan calon ayah mertuanya selalu memberikan buku bacaan untuk dipresentasikan di depan calon mertuanya. Hal ini untuk meyakinkan sang ayah, bahwa laki-laki ini layak untuk meminang anak perempuannya. Saat ujian akhirpun dia lakukan sambil menggendong bayi di ruang ujian, dan itu dia lakukan dengan PD dan senang hati. Sekarang dikaruniai 2 anak perempuan, sangat sayang pada anaknya .Setiap pulang kantor, HP selalu disimpan di laci dan siap bermain dengan anak-anaknya sampai mereka tertidur.

Relevansi dengan Kehidupan Kami

Mendengar cerita LO saya ini jadi ingat masa-masa pak Dodik masih bekerja di kantor di awal pernikahan kami dulu, beliau selalu bilang ke enes kecil, anak pertama kami.

“Bapak kerja dulu ya, untuk beli susu mbak dan ibu yang lagi mengandung adik, terus kita bisa beli rumah sendiri, nggak kontrak lagi, ” beliau cium kening Enes, dan kamipun mendoakan kepergian mas Dodik agar diberikan keberkahan rejeki dan selamat kembali sampai ke rumah.


Mimpi Keluarga

Saat itu kami merasa kepergian mas Dodik ke kantor dari hari Senin-Jumat adalah bagian dari ikhtiar menjemput rejeki, bagian dari “project keluarga” atau “mimpi keluarga” yang selalu beliau bicarakan ke anak dan istrinya. Sehingga kami mengantarkannya dengan penuh doa, dan menyambutnya dengan penuh gembira.

Mungkin aktivitas seorang ayah bekerja di luar rumah ini biasa, dilakukan laki-laki pada umumnya, tapi bagi kami menjadi “luar biasa”, karena sang kepala keluarga selalu menceritakan “mimpi kita”.

Bekerja di luar rumah saat ini, adalah laku kehidupan yang harus dijalaninya. Dan yang lebih kuat lagi ada project keluarga yang disampaikan yaitu “Project punya Rumah Sendiri” dan “Project Minum Susu” untuk memaknai langkahnya ke kantor. Bukan karena mengejar karir dan ambisi pribadi.Sehingga kami yang di rumah tidak merasa terpisah dari dunia kerjanya.

Ketika project itu sudah tercapai, mas dodikpun mengajak diskusi lagi, apa mimpi kita berikutnya, apa project keluarga berikutnya, apakah bekerja di kantor masih meningkatkan kemuliaan kita? atau harus switch pindah kuadran? Karena prinsip yang kami yakini saat itu adalah




Get Inspired

Sampailah pada suatu ketika disaat Ara lahir,th 1998, terjadilah krisis moneter, perusahaan tempat mas Dodik bekerja harus tutup, merger dengan perusahaan lain. mas Dodik mendapatkan tawaran pekerjaan lain yang lebih menggiurkan dari sisi materi, gaji dan jabatan. Ketika beliau tanya ke saya, bagaimana? ambil atau tidak? dengan tegas saya jawab

TIDAK, kita harus memutus mata rantai, orangtua kita dulu dua-duanya adalah pegawai, sehingga mindset kita sampai hari ini, rejeki itu hanya dari gaji, akhirnya kitapun juga ingin jadi pegawai, sekarang saatnya membuktikan bahwa rejeki itu tidak hanya datang dari gaji, agar anak-anak kita nanti makin luas wawasan dan pengalamannya tentang rejeki”

Dan kamipun belajar banyak setelah itu, menghadapi segala macam rasa yang berkecamuk, dari mulai takut, khawatir, resah, pasrah, sampai ke tahap bergairah.Karena kami makin paham beda antara Gaji dan Rejeki.




Pak Dodikpun mulai memenuhi harinya untuk bersama dengan kami dari Senin-Kamis. Jumat-Minggu beliau mengajar sesuai permintaan, itupun kalau ada, kalau tidak ada ya tetap bergembira bersama di rumah. Beliau adalah “family man” di saat libur tidak mau pergi kemanapun, kalau tidak bersama keluarga.


Diantara proses penjemputan rejeki ini kami mulai melihat satu hal lagi yang tidak pernah tertukar yaitu amanah dan rejeki tentang anak. Apapun yang kami kerjakan demi anak-anak, maka rejeki itu selalu dimudahkan, dan tidak berlaku apabila kami mengejar ambisi pribadi. Saat itu saya meyakini bahwa sudah ada rejeki atas nama anak kita di setiap ruh yang ditiupkan di dalam rahim. Sehingga Allah menitipkan anak-anak ke kita sudah plus pundi-pundi rejekinya




Hal ini sebanarnya membuat para pencari nafkah di setiap rumah tidak bisa sombong. kalau suami yang bekerja di publik, berarti Allah menitipkan rejeki istri dan anak-anak ke diri suami. Begitu juga sebaliknya, jika istri yang bekerja di ranah publik dan suami di ranah domestik, maka jangan sombong, Allah menitipkan rejeki suami dan anak, pada pekerjaan kita.Satu hal yang bisa menjadi pegangan kami dalam menjemput rejeki adalah sbb:.


Saat itu kami sepakat, kemanapun kami pergi, maka anak-anak ada di samping kami. Tidak dititipkan ke orang lain, meski itu nenek dan kakeknya. Ketika uang mulai menipis, kami tetap optimis. Masih diberi nalar untuk makin produktif dengan gagasan dan ide -ide kreatif. Sampai muncul project “One Year One BIG IDEA”. Maka muncullah berbagai macam sertifikat hak paten dari HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atas nama kami, diantaranya untuk Jarimatika, Abaca-baca, Jari Qur’an, Fun Math Harimau Kecil, Nirmana, A Home Team dll. Total ada 12 hak paten yang kami pegang.


Kami gunakan hasil penelitian diatas hanya untuk anak-anak kami saja, agar mereka bisa belajar dengan mudah dan menyenangkan.Saat itu belum ada pendapatan apapun dari hasil penelitian kami tentang metode belajar tersebut. Yang pasti anak-anak bahagia belajar bersama kami berdua. Untuk urusan dapur sehari-hari, kami berjualan baju. Pak Dodik kulakan di pasar tanah abang, dan selalu mengajak anak-anak. Di rumah kami ubah mindset anak-anak, bahwa kita akan belajar “tema perdagangan” di tanah abang. Maka kehebohan mulai terjadi di pasar tanah abang, tanya ke abang penjual tentang berbagai kain/baju dll. Sesampainya di rumah packing-packing, dan keesokan harinya saya keliling naik sepeda motor menawarkan baju-baju tersebut ke sekolah-sekolah/teman-teman. Enes dan Ara selalu ada bersama kami., kemanapun kami pergi. Saat itu indikator kami tentang pekerjaan hanya dua hal :


Apabila jawabannya “IYA” maka lanjut, kalau “TIDAK” ganti. Di sela-sela berjualan baju, saya selalu menyempatkan bermain jarimatika, abaca-baca bersama Enes dan Ara. Suatu saat di sebuah sekolah, banyak ibu-ibu yang menunggu anaknya sekolah mengerubung dagangan saya, saya senang, harapannya baju akan laris manis, ternyata tidak, mereka mengerubung saya karena ingin melihat cara saya bermain jari dengan anak-anak. Sampai pada suatu saat, ada mbak Wiwik dahlan dan pak Hikmat Kurnia pemilik Agromedia yang mengetahuinya, dan jadilah buku Jarimatika diterbitkan oleh mereka. Makin yakin bahwa

“Rejeki itu tidak selalu terletak pada pekerjaan kita, Allah meletakkan sekehendaknya”

Anak-anak menjadi saksi sejarah, bagaimana kami berproses untuk tumbuh bersama. Senang bersama, susah bersama dalam menjemput rejeki. Seiring berjalannya waktu muncullah berbagai karya dari dalam rumah, melengkapi karya-karya sebelumnya, ada School of Life Lebah Putih, ada Institut Ibu Profesional dan Community Based Education.


Dulu kalau saya galau, pengin seperti teman-teman lain yang bekerja keluar rumah, mas Dodik selalu mengatakan kalimat ini:

“Bersungguh-sungguhlah kamu di dalam, maka kamu akan keluar dengan kesungguhan itu, tidak ada hukum terbalik, bersungguh-sungguh ngurusin anak orang lain, perusahaan orang lain, berdakwah untuk orang lain, dan berharap anak dan keluarganya tumbuh dengan kesungguhan”. Membiarkan anak tumbuh sendiri, tanpa ada pendidikan di dalam keluarga, adalah pantangan besar di dalam sebuah keluarga.

Dalam hati saya waktu itu tidak percaya, bagaimana bisa? seorang perempuan, ibu rumah tangga, terus menerus di ranah domestik, bisa melaju ke ranah publik? Tapi ternyata tugas saya hanya satu: TAAT, tidak perlu mempertanyakan apapun. Apa yang sudah beliau katakan, pasti sudah dipertimbangkan matang-matang.

Bismillah Melangkah.



34 views0 comments

Recent Posts

See All

Comentarios


bottom of page